Monday 29 September 2014

Bahasa Gambar

BAHASA GAMBAR
          Dalam semua karya audio visual tidak terkecuali dokumenter dan news feature pasti mengandalkan gambar sebagai sarana bercerita. Gambar bergeraklah yang akan membawa pemirsa diajak untuk ikut bercara pandang sesuai film maker inginkan. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam dokumenter selain memiliki isu yang menarik adalah memiliki gambar yang baik, tidak hanya menarik tetapi juga berbicara hal ini yang sering disebut dengan Bahasa Gambar.
          Selamanya Mutiara film dokumenter ini menceritakan seorang maestro tari topeng yang dalam usia senjanya masih terus melestarikan budaya. Jika dilihat pada opening film ini dibuka dengan gambar seorang nenek yang sedang menyalakan lilin di tengah – tengah deretan pemakaman dengan pakaian lengkap ala penari topeng dan diiringi oleh alunan musik Rasinah mulai menari.
gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/
http://movie.co.id/selamanya-mutiara/
          Jika dilihat dari gambar pembuka dalam film tersebut bahwa gambar tersebut sudah dapat bercerita menganai seorang maestro penari topeng yang dalam usia senjanya ini masih terus berkarya mencoba menerangi sisi gelap tari topeng yang sudah tidak dipandang lagi oleh para generasi muda kini, selain itu mengapa film maker memilih kuburan sebagai lokasi shooting karena ia ingin menceritakan bahwa tari topeng ini penuh dengan hal – hal mistik yang ternyata tidak sembarangan orang dapat menarikannya walaupun dari keturunan Rasinah itu sendiri

SUBJEKTIFITAS DALAM BAHASA GAMBAR
          Pada dasarnya sebuah gambar memiliki nilai subjektifitas yang tinggi, dengan gambar apapun dapat berubah, mungkin apa yang di ceritakan oleh gambar tak selayak kejadian aslinya. Dengan gambar kita mampu mendorong penonton untuk terjatuh dan terperangkap dalam persepsi yang kita inginkan. Sebagai contoh: kasus foto diambil oleh Kevin Carter
      Foto ini diambil di Sudan tahun 1993, saat itu memang Sudan masih dalam fase krisis dimana masyarakatnya tidak dapat hidup layak dan amat sangat kekurangan pasokan makanan serta air bersi, lalu seorang fotografer Kevin Carter diberi kesempatan untuk pergi ke Sudan bersama tim PBB yang saat itu terjadwalkan akan memberi bantuan. Carter dan beberapa rekannya di perbolehkan untuk ikut dan diberi waktu hanya 30 menit untuk mengambil gambar selagi anggota tim PBB yang lain memberikan bantuan, lalu ini lah gambar yang di ambil oleh Carter. Gambar ini berupa foto yang memperlihatkan seorang anak masyarakat Sudan yang sudah tidak kuat lagi untuk berjalan karena kelaparan dan dibelakangnya terdapat seekor burung pemakan bangkai yang siap untuk menjadikannya santapan. Foto ini mendapat respon cukup baik dengan menyabet beberapa penghargaan internasional akan tetapi tidak senada dengan itu masyarakat sangat mengecam hal ini, mereka beranggapan mengapa Carter hanya mengambil gambar dan tidak mencoba untuk membantu anak itu, bahkan timbul persepsi di masyarakat bahwa Sudan sudah dalam kondisi terpuruk sekali sampai seorang anak manusia harus menjadi makanan bagi burung bangkai.


          Apakah hal tersebut sama halnya seperti yang anda pikirkan pertama kali ketika melihat foto itu? Jika benar berarti anda sudah termakan oleh bahasa gambar yang ditampilkan Carter tadi. Karena kejadian sebenarnya tidak seperti itu, tidak jauh dari tempat anak itu duduk bersujud ada seorang ibu yang sedang mengambil bantuan yang dikirim oleh tim PBB, karena bantuan tersebut terlalu berat dan banyak baginya maka ia terpaksa menurunkan anaknya ke tanah dan berusaha meraih beberapa barang bantuan yang turun dari pesawat. Tidak setragis itu bukan kejadiannya? Lihat betapa hebatnya kekuatan bahasa gambar untuk bercerita dan mengesampingkan kejadian sebenarnya.
          Film maker dapat membentuk semua yang ia inginkan melalui gambar, apa yang ingin di tekankan dan mana yang akan ia kesampingkan. Agenda setting yang ia gunakan harus tepat pada sasarannya. Dalam hal ini dapat menggunakan metode penelitian analisis Framming, yaitu dimana seorang film maker atau orang balik layar televisi memproses isu memilahnya menjadi hal yang penting dan yang tidak penting lalu diolahnya dan menghasilkan sebuah realitas media, dimana realitas media ini adalah hasil tangan kedua atau second hand dari para orang balik layar.
 Akan di bawa kemana pikiran penonton dan akan dibuat seperti apa penonton bereaksi itu tergantung bahasa gambar seorang film maker. Misalnya, ketika dalam satu peristiwa bentrok antar pihak kepolisian dan warga. Dalam pengambilan gambarnya selalu di dominasi dengan kemarahan warga, kekecewaan warga, ekspresi warga yang memelas, pemukulan terhadap warga dan beujung pada tewasnya beberapa warga akibat bentrok ini. maka yang akan timbul di benak kita bahwa Polisi kejam, penuh dengan amarah, emosi dan kekerasan padahal sebenarnya kejadian yang terjadi tidak seperti itu, tidak ada sedikitpun diberi celah menampilkan kebaikan polisi untuk meredam emosi warganya.
          Itulah mengapa pentingnya bahasa gambar karena seorang film maker akan menanamkan premisnya pada gambar – gambar bercertita yang ia tampilkan, jangan sampai menaruh shot – shot yang mubazir dalam film anda dan jangan sampai shot – shot yang mubazir tersebut justru akan membelokkan premis yang sudah anda tetapkan.
Penanaman premis ini tidak serta merta hanya dari pemilihan gambar nya saja akan tetapi peletakan dan penyusunannya juga selalu diperhatikan apakah shot satu dengan shot selanjutnya memiliki kesinambungan cerita atau pun kesinambungan gambar. Shot satu dan shot selanjutnya harus selalu saling menjelaskan apakah itu berkesinambungan berdasarkan isi cerita yang disebut dengan Tematic Montage  ataupun berdasarkan gambar.

TAHAPAN MENGIDENTIFIKASIKAN BAHASA GAMBAR
          Bahasa gambar haruslah dimiliki oleh setiap karya dokumenter ataupun news feauture, dalam hal ini seorang film maker dapat membangunnya melalui beberapa tahapan. Yaitu:
a.    Tahap pertama,
Perhatikan sudut pengambilan gambar, komposisi, sekuensi, hingga aspek estetika
b.    Tahap kedua,
Pesan apa yang ingin disampaikan dari shot tersebut
Dari kedua tahapan ini seorang film maker dapat membangun sebuah bahasa gambar yang dapat merepresentasikan premis yang ingin ditekankan. Mind set seorang film maker selalu berbicara soal gambar, apapun yang ingin ia ceritakan tersirat melalui gambar apa yang mereka tampilkan. Jadi apapun itu seorang film maker selalu memikirkan gambar apa dan bagaimana yang akan ia tampilkan.

UNSUR GAMBAR
          Telah dibahas diatas mengenai apa itu bahasa gambar dan seberapa penting gambar serta penempatannya dalam sebuah karya film. Dalam hal ini gambar yang baik diidentifikasikan memiliki beberapa unsur, yaitu:
a.    Informasi
Dalam shot (gambar) yang disajikan haruslah mengandung unsur informasi (pesan), premis adalah pesan yang akan disampaikan oleh seorang film meker melalui informasi yang tersirat dalam gambar. Jangan sampai menghilangkan informasi yang seharusnya ditampilkan dalam satu shot tersebut. perhatikan peenampatan background, foreground serta subjek. Sebagai coontoh dalah film Tragedi Trisakti menampilkan di salah satu framenya sekumpulan tentara bersorak – sorak dengan membanggakan bahwa mereka telah menang. Dapat tarik informasi disana bahwa sekumpulan tentara tersebut tengah merayakan kemenangan yang telah mengalahkan para mahasiswa di tragedi trisakti 1998, serta jika ditelaah lebih dalam lagi bahwa pada frame ini mengesankan kejahatan para tentara saat itu yang tega memperlakukan para mahasiswa tidak manusiawi.
b.    Estetika
Dengan kata lain ini pahami sebagai keindahan, estetika memang tidak memiliki ukuran yang tepat sebagai tolok ukurnya dalam hal ini estetika masih dianggap sesuatu yang abstrak karen setiap orang memiliki pandangan tersendiri tentang estetika. Baik buruk dan bagus tidaknya tergantung siapa yang melihat dan dengan sudut pandang seprti apa ia melihatnya.
Dalam sebuah karya news feature estetika salah satu hal yang harus di pertimbangkan. Bagaimana angle diambil, bagaimana kompisisi objek, dan komposisi warna. Semua itu diambil berdasarkan informasi yang akan disampaikan, estetika gambar dalam menghidupkan gambar yang dapat bercerita sangatlah penting karena dari gambar yang memiliki keindahan penonton. Layaknya news feature yang menggunakan pola human interest maka pertimbangkan frame – frame yang yang berestetika untuk mendapatkan perhatian pemirsa. Sebagai contoh newsfeature yang diangkat beberapa media belakangan ini seperti Bocah Petualang, Laptop Si Unyil, Anak Jalanan, dan masih banyak lagi semua itu menggunakan nilai estetika pada setiap frame nya dimana ketika menceritakan mengenai pembuatan sepatu kayu di belanda bagaimana cameraperson mengambil gambar dari sudut – sudut yang dapat menggugah pemirsa untuk tetap menyaksikan program tersebut akan tetapi jika dalam pengambilan gambar nya tidak memperhatikan nilai estetika maka cendering pemirsanya akan bosan dan mereka dapat dengan mudah memindahkan channel ke saluran televisi lainnya.
c.    Drama
Esensi darama adalah segala sesuatu yang dapat menggugah perasaan pemirsa baik itu aksi heroik, pertengkaran, tangis, tawa, suka, duka dan segalanya yang menyangkut sisi emosional manusia. Dalam news feature atau pun dokumenter keduanya mengharuskan adanya unsur darama disitu karena tanpa drama film tersebut tidak akan menarik. Lain dengan film dan atau sinetron unsur drama didalamnya dapat dibuat dan direkayasa, akan tetapi news feature dan dokumenter yang menjunjung tinggi realitas maka drama dalam hal ini dicari bukan di buat, pencarianya tidaklah semudah saat kita menyaksikan hasilnya. Untk mendapatkan gambar yang kita inginkan bmaka kita harus mencari dan menunggunya, seperti jika kita ingin mengambil moment klimaks pertengkaran antara dua orang maka kita harus merekam dan menunggu hingga klimaks yang kita inginkan, waktu menunggu itupun tidak dapat dihitung serta tidak dapat dipastikan ketepatannya apakah klimaks yang kita inginkan akan sesuai dengan kenyatannya.
Maka jika membicarakan gambar dalam dokumenter ataupun news feature kembali lagi membicarakan moment, moment yang di cari, ditunggu dan ditangkap.

HASIL AKHIR GAMBAR
          Lagi – lagi jika membahas mengenai tayangan audio visual tidak terkecuali newsfeature dan dokumenter akan membahas pula mengenai gambar, bagaimana gambar tersebut dapat bercerita dimengerti oleh pemirsa tanpa harus diikuti narasi untuk menjelaskannya serta gambar pula harus mewakili premis yang ingin ditekankan oleh seorang film maker. Maka hasil gambar yang akan disajikan kepada pemirsa haruslah meliputi beberapa unsur sebagai berikut:
a.    Pengambilan Gambar
Di perhatikan pada saat pengambilan gambar, pertimbangkan sudut pengambilan gambar, komposisi, serta estetika. Kualitas gambar juga berpengaruh pada hasil akhir, kembali lagi pada etika – etika pengambilan mulai dari head room, looking room, walking room, golden mean, triangle, hingga background serta foreground.
b.    Editing
Seperti esensinya editing yaitu menyusun serta merangkai gambar hingga menjadi satu kesatuan cerita yang memiliki makna, editing mempunyai kekuatan khusus karena dengan editing diramunya sebuah cerita, seperti Vertov yang menggunakan editing sebagai patokan dimana sebuah film dokumenter itu akan berhasil atau tidak. Kekuatan seorang editor memilih mana gambar yang lebih penting dan mana gambar yang tidak lebih penting akan di buang. Selain itu perhatikan penggunaan transisi effect yang digunakan untuk menyambung setiap frame yang ada. Disolve di peruntukan dan fade in/fade out diperuntukan untuk memisah frame berdasarkan ruang serta waktu serta diperuntukan untuk menunjukan jangka waktu yang dilalui.
c.    Konten
Dalam hal ini konten dimaksudkan sebagai isi atau premis atau film statement. Pesan moral atau inspirasi apa yang akan disuguhkan kepada pemirsa, sebagai salah satu fungsi media massa yang diketahui adalah untuk menginformasi serta mengedukasi khalayak, begitu pula dengan dokumenter ini konten serta isinya pun harus dapat mewakili fungsi dari media massa tersebut agar tidak melenceng dari rule yang ada. Selain itu diharapkan konten yang disuguhkan dapat mengurangi dan menjawab sisi ketidak pastian yang khalayak miliki.
d.    Frimming
Frimming atau dapat dikatakan memngkotakkan sebuah irealitas yang ingin diangkat lalu memberinya pengerucutan dengan memilah menjadi sebuah premis awal kemudian ditelaah lagi dengan riset pengumpulan informasi data hingga menjadi sebuah premis akhir. Famming dinyatakan juga sebagai apa yang akan ditanamkan seorang film maker kepada para khalayaknya hingga menjadikan mereka (khalayak) terpengaruh sesuai apa yang diinginkan film maker. Dalam frimming ini penentuan pemilihan gambar juga berpengaruh, gambar seperti apa yang dapat mewakili premis dan gambar seperti apa yang tidak dapat mewakili premis, merusak ritme film apalagi mengganggu penanaman subjektifitas sebaiknya jangan digunakan, bijaklah menaruh gambar pada film anda boros penggunaan gambar (shot) lebih baik dan tapi akan lebih baik jika tidak terlalu boros gambar tetapi jatuh di sasaran yang tepat yaitu untuk mempengaruhi khalayak.
e.    Kutipan
Soundbite dan atau disebut pula hasil wawancara dari narasumber atau karakter yang telah ditentukan sebelumnya. munculkan kutipan ini pada saat waktu yang tepat sesuai pada fungsinya dan sesuai pada dokumenter apa yang ingin kita hasilkan. Premis yang sejak awalah sudah kita bangun dengan gambar – gambar serta narasi yang kuat jangan dihancurkan oleh kutipan yang tidak sejalan dengan itu maka akan timbul kerancuan disana. Kutipan sendiri harus memiliki fungsi untuk menggugah emosi khalayak, menambah informasi, serta menjadi bukti jika stetement itu benar adanya dan dikeluarkan oleh seseorang yang kredibel. Tampilkanlah kutipan seoriginal mungkin dengan mengambil angle – angle yang tidak biasa dalam melakukan wawancara, angle yang tidak biasa dimaksudkan disini bukan angle yang biasa di gunakan untuk sebuah sesi wwawancara pada program berita (news) di televisi.

Share:

Saturday 27 September 2014

Komunikasi Massa Sebagai Aktivitas Sosial


Program Berita Khatulistiwa (TV Komunitas - MercuTV)
Pada dasarnya aktivitas sosial saya pahami sebagai keaktivan ataupun kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan sosial kita sehari hari, yang lahir dari adanya interaksi sosial. Jadi, Mengapa komunikasi massa masuk dalam sebagian aktivitas sosial? Dapat dilihat dari ciri komponen komunikasi massa yaitu komunikator yang terlembagakan dan dikirim ke komunikan (audien) yg menimbulkan feed back berupa macam-macam apakah itu perubahan sosial (pola pikir audien), atau dapat memecah audien pada dua kutub karna pemberitaan media, ataupun melejitnya naiknya sebuah nama akibat pemberitaan media. Disitulah dapat dilihat terjadinya sebuah aktivitas sosial dimana ambil contoh: pagi hari ibu A menyaksikan program gosip mengenai si DUL mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan 7 orang meninggal dunia, setelah itu ibu A ini belanja di tukang sayur bertemu dengan ibu-ibu lainnya dan yang di lakukan ibu A pasti membicarakan mengenai si DUL kepada ibu lainya terjadinya aktivitas sosial antara sekelompok ibu ini. Atau kasus viki kenpa smpai masyarakat mengetahui dirinya? Kanapa ia saat ini begitu heboh di jejaring sosial?  Karena peran media yang menyebarkanya lalu masing-masing individu berinteraksi lg melakukan aktivitas sosial yang menyinggung soal viki tersebut. dilihat bahwa komunikasi masa sangat  berpengaruh terhadap aktivitas sosial yang berlangsung, mau di bawa kemana dan jenis aktivitas sosial seperti apa yg diinginkan serta di timbulkan media lah yg mengatur (agenda setting) pencitraan
     Dapat pula diketahui dalam komunikasi massa dipahami sebuah komunikator yangg terlembagakan, lembaga? Otomatis bukan satu atau dua orang yang bekerja di dalamnya melainkan banyak orang, pada divisi produksi saja memerlukan begitu banyak orang yang bekerja di dalamnya. antara karyawan tidak mungkin tidak menjalin aktivitas sosial dalam menyiarkan suatu program pastilah terbentuk akan adanya aktivitas sosial dari reporter, redaktur, editor gambar, produser, Program Director, news reader barulah smpai di layar kaca pemirsa. Dari proses yangg paling sederhana ini saja dalam penayangan sebuah berita sudah terjadi aktivitas sosial.. Dari hal-hal penjabaran saya di atas dapat dikatakan suatu komas adalah aktivitas sosial yg berfungsi di masyarakat.
Share:

Metode Penelitian

 Apa yang di maksud dengan metodelogi?
     
Suatu ketika anda dimintai tolong oleh orang tua anda untuk membuat sebuah resep masakan, sebutlah itu Ayam Rica – Rica dan setelah itu akan muncu beberapa pertanyaan dibenak anda bagaimana cara anda meramu masakan ini menjadi sebuah masakan yang lezat dengan tingkat kepedasan yang tepat dan bercitarasa tinggi. Biasanya untuk Ayam Rica – Rica itu sendiri memiliki ke khasan pada sambal yang lezat, tidak hanya pedas tetapi ada beberapa sensasi yang tidak dapat terjelaskan saat menyatu dengan lidah untuk itu pastilah anda mulai mencari cara bagaimana membuat sambal yang lezat, setelah itu anda memasuki pada tahapan selanjutnya yakni bagaimana dan dengan cara apa anda mengolah bahan dasar cabai untuk di jadikan sambal, apakah itu di tumbuk atau blender ataukah dengan membeli cabai siap masak di pasar swalayan yang menjadi penanda anda telah masuk diwilayah post modernisme. Setelah anda melalui beberapa tahapan lainnya sesuai petunjuk buku resep maka jadilah Ayam Rica – Rica yang lezat dan bercitarasa khas tradisional karena diawal anda sudah memilih mengolah sambal dengan menggunakan cara di tumbuk.

Atau analogi tradisional dapat digunakan, dengan menempatkan metodelogi sebagai pisau. Diketahui pisau memiliki jenis dan fungsinya masing - masing, kita tidak dapat menggunkan pisau pemotong daging untuk memotong rumput atau sebaliknya menggunakan pisau pemotong rumput untuk memotong daging.
            Pada analogi di atas dapat dilihat bahwa pemilihan cara menghancurkan cabai hingga menjadi sambal memiliki beberapa cara dan cara itulah yang disebut dengan metodelogi yakni cara apa yang akan kita gunakan dalam memecahkan sebuah masalah. Metodelogi secara harfiah adalah hasil gabungan dari kata “Metodos” dan “Logos”.  Dimana “Metods” berasal dari dua suku kata yaitu “Metha” yang berarti melalui atau melewati dan “Hodos” yang berarti jalan atau cara[1]. Sedangkan “Logos” yang berarti ilmu[2], jadi Metodelogi dapat diartikan sebagai lmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
              Jika pengkajian hanya terkait tentang metodelogi saja agak kurang spesifik karena pada dasarnya metdelogi memiliki arti luas dan dapat digunakan untuk kepentingan apa saja apakah itu untuk pribadi, independent ataupun untuk kepentintngan sebuah penelitian yang notabene akan berhubungan dengan teori, sebutan – sebutan ilmiah serta rasionalitas. Maka untuk itu disini akan coba dibahas mengenai metodelogi yang berhubungan dengan kajian ilmiah yakni disebut pula Metodelogi Penelitian. Metodelogi Penelitian dapat didefinisikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.[3] Yang menjadi pembeda antara metodelogi dengan metodelogi penelitian adalah pada kata Penelitian nya dimana kata tersebut dapat identifikasikan sebagai salah satu hal yang berhubungan dengan kegiatan ilmiah yaitu dengan penggunaan pengumpulan data secara ilmiah, penganalisisan secara ilmiah, dibutuhkan rasionalitas dalam menggiat penelitian, menghadirkan bukti empiris yang berarti dapat dipahami dan dilihat oleh manusia, dilakukan secara sistematis sesuai prosedur yang ada, serta yang paling penting dapat memecahkan masalah sesuai kajian ilmiah.
              Masalah – masalah yang akan dikaji menggunakan metodelogi penelitian biasanya berupa sebuah fenomena yang dimana fenomena ini lahir akibat adanya perbedaan antara  Das sollen dengan Das sein. Untuk meriset sebuah fenomena atau sebuah masalah diperlukan didalamnya sebuah cara untuk memecahkan masalah atau menguji sebuah fenomena. Tidak akan mungkin jika memecahkan atau bahkan menguji nya tidak menggunakan sebuah cara atau yang disebut pula dengan metodelogi. Di analogikan saja jika akan membuat sebuah makanan pastilah anda akan memilih cara memasaknya yang paling efisien, efektif serta yang palin baik atau dapat dikatakan cara yang tepat.
                Dalam metodelogi penilitian terdapat dua metode tradisional yakni metode penelitian Kualitatif dan metodelogi penelitian Kuantitatif kedua sama – sama memiliki tujuan untu memecahkan masalah, namun yang menjadi pembeda disini adalah pada tahapan proses nya dimana Kualitatif lebih mengarah kepada fenomena dan mengulasnya sesuai dengan teori yang ada dan lebih menggunakan pola – pola subjektifitas diamana opini yang bermain tetapi tetap tidak keluar dari teori yang telah ada sebelumnya. Sedangkan Kuantitatif lebih mengarah kepada pengukuran yang menggunakan beberapa rumus untuk mencapai pemecahan masalah yang berupa kesimpulan pasti karena bermain diranah angka yang cenderung menganut ilmu pasti, dengan begitu dapat dipastikan Kuantitatif lebih mengarah kepada objetifitas. Perihal subjektifitas dan  objektifitas memang sulit karena beberapa asumsi menyatakan bahwa semua penelitian dan hasil dari pada penelitian bersifat objektif akan tetapi asumsi lain menyatakan bahwa meskipun pada metodelogi penelitian bersifat subjektif tetapi dalam penelitian yang menggunakan metodelogi Kualitatif cenderung memiliki subjektifitas meskipun hanya sedikit, dan perbedaan keduanya akan dibahas lebih lanjut pada point ke tiga.
Kualitatif?
Telah diketahui bahwa dalam meneliti sebuah fenomena dapat digunakannya dua metode yakni kualitatif dan kuantitatif, pada bagian ini akan saya jabarkan mengenai salah satu metode yang digunakan dalam sebuah penelitian yaitu metodelogi pelitian Kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodelogi kualitatuf sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan prilaku yang diamati. Penelitian itu diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik.[4] Sedangkan menurut Krik dan Miller (1986:9) mendefinisikan bahwa metodelogi kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. [5] Dari dua tanggapan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain – lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Dari definisi – definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode yang mengangkat sebuah objek fenomena untuk diteliti dan dikembangkan serta dikaitkan dengan berbagai macam teori serta fenomena lainnya. misalnya, untuk sebuah fenomena video ariel yang sebelumnya marak diberitakan oleh media padahal jika dilihat video sejenisnya banyak dipasaran tapi mengapa ketika Ariel yang melakukannya menjadi sebuah hal yang menarik?, disanalah dapat ditemukan Effek Hallo  dari komunikasi masa dimana tak perduli apa yang disampaikan dan apa yang ia kerjakan yang terpenting adalah siapa yang mengerjakannya, begitu dengan Ariel karena ia seorang public figure maka akan menjadi sorotan dari banyak pihak dan itulah mengapa menjadi sebuah fenomena. Jika dikaji menggunakan metode penelitian kualitatif yang dicirikan sebagai segitia terbalik yakni melakukan penilaian secara induktif maka dalam kasus video Ariel ini (Khusus) penelitian dapat di generelasikan kepada siapa yang memberitakannya, isi pemberitaannya  serta dilihat pula effek yang timbul dari khalayak pemirsa televisi dimana berita ini disiarkan, mungkin dapat dikaji dengan cultural studies, simiotika atau bahkan dengan paradigma konstrutivistik dan analisis wacarana kritis.
Penganalogian metodelogi kualitatif sebagai piramida terbalik dapat dilihat dari penjelasan gambar dibawah ini.

Dijelaskan bahwa segitiga terbalik ini berusaha mencoba menjelaskan bahwa fenomena yang khusus diambil untuk diteliti dan di jelaskan serta di petakan secara general. Dikatakan juga bahwa metode penelitian kualitatif ini sebagai penelitian yang sedikit mengarah ke subjektifitas karena mengapa? Fonome – fenomena tersebut dianalisis berdasarkan persepsi yang merisetnya jika dalam satu fenomena dianalisis oleh dua orang maka hasilnya tidak 100% akan sama meskipun menggunakan teori yang sama. Dalam kualitatif pula sebuah teori dapat dipatahkan dari sebuah fenomena misalnya, teori jaruh hipodermik dapat dipatahkan dengan fenomena saat ini yang berasumsi bahwa khalayak sudah memiliki wawasan luas dan berhak memilh apa yang ia tonton jadi harapan media untuk menyamakan persepsi mereka dengan persepsi khalayakya agak sedikit memudar dalam kasus ini.
Metode kualitatif memiliki beberapa sebutun ataranya yakni disebut sebagai Metode Artistik yang cenderung prosesnya lebih bersifat seni (kurang terpola) selain itu metode kualitatif disebut pula sebagai Metode Interpretatif karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi penguji terhadap data yang ditemukan dilapangan.[6] Kedua sebutan itu sejalan dengan asusmsi bahwa metode kulitatif cenderung bersifat subjektif, karena mengandalkan interpretasi penguji dalam hal ini. Selain itu metode kulitatif juga disebut sebagai Post-Positivistik dimana filsafat Post-positivisme memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala bersifat interaktif.

 Perbedaan mengenai Kualitatif dan Kuantitatif ?
Ada dua kereta disiapkan untuk berjalan pada dua rel yang berbeda yang menuju satu tujuan sama meskipun diujung nanti tetap tidak akan perna rel A menyatu dengan rel B. Kereta A hanya dapat berjalan pada rel A dan begitu sebaliknya kereta B hanya dapay berjalan pada rel B, kedianya memang sudah dipasangkan dan tidak dapat berjalan jika tidak bersama pasangannya permasalahan bukan pada boleh atau tidaknya mereka berjalan akan tetapi tidak ada kecocokan pada komponen roda besi dan rel nya, ibarat dua kutub magnet yang memiliki kutub positif (+) dan kutub negatif (-) jika keduanya dipertemukan dalam keadaan kutub (+) bertemu kutub (+) maka akan terjadi perlawanan karena ketidak sesuaiannya yang bukan pasangannya.  Penganalogian diatas sama halnya seperti kedua metodelogi penelitian kualitatif dan kuantitatif diaman metodelogi sebagai relnya dan kereta sebagai fenomena yang akan dikaji. Diaman setiap fenomena diuji berdasarkan judul yang di kecocokan apakah menggunakan metode kualitatif atau kuantitatif ; apakah menggunakan positivistik atau post-positivistik.
Metode kuantitatif dan kualitatif sering dipasangkan dengan nama metode yang tradisional dan metode baru; metode positivistik dan metode post-positivistik; metode scientific dan metode artistik; metode konfirmasi dan metode temuan; serta kuantitatif dan interpretif.[7] Jadi, model kuantitatif sering dinamakan metode tradisional, positivistik, scientific dan metode discovery. Selanjutnya metode kualitatif sering dinamakan sebagai metode baru, post-positivistik, artistik, dan interpretatif.
Metodelogi penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat dibedakan berdasarkan kemungkinan generalisasi, diaman pada umumnya penelitian kuantitatif lebih menekankan pada keluasan informasi bukan pada kedalaman informasi sehingga metode ini cocok digunakan untuk populasi yang luas denggan variabel terbatas.[8] Yang berarti selanjutnya data yang diteliti adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut dengan teknik random atau probability sampling dan berdasarkan data yang dikumpulkan seorang peneliti membuat generalisasi dan sebagai kesimpulan peneliti akan mengkhususkan permasalahan hal disebut pula cara kerja deduktif dimana berfikiran secara umum – khusus, dengan kata lain berfikir sesuai pola segitiga.

Untuk metode kualitatif lebih kearah pengeneralisasiannya di awal saat mengumpulkan sampel barulah menuju kearah yang lebih sempit biasa disebut dengan area khusus dimana terjadinya pengkhususan atau penyempitan dari sebuah fenomena misalnya pengaruh channer fox crime terhadap persepsi khalayak pemirsa untuk wilayah Amerika Serikat dalam hal ini masih sangat general karena banyak sekali kemungkinan dari persepsi khalayak pemirsa apakah mereka berfikiran bahwa di Amerika Serikat cenderung lebih banyak masyarakat yang berkarier dibidang hukum dan kriminal, atau sebaliknya khalayak hanya memandang itu sebagai sebuah hiburan saja dan berapa persen prosentase dari kedua kemungkinan itu lah yang akan mempersempit area generalisasinya maka hanya akan ada satu kesimpulan dimana perhitungan dari prosentase terbesarlah yang menjadi hasil dari kajian tersebut.
Sedangkan untuk kualitatif sendiri dimulai dari sebuah hal yang khusus lalu digenerelasikan dan disangkut pautkan terhadap hal – hal yang sekiranya dapat membantu proses pengkajian sebuah fenomena. Hal ini disebut pula induktif  atau cara berfikir segitiga terbalik.




[1] Diakses pada tanggal 3 September 2014 diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Metodologi
[2] Ibid.
[3] Sugiyono.Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung; Alfabeta.2010.hlm 2
[4] Moleong, Lexy J. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif, hlm.4. Bandung; Remaja Rosdakarya.
[5] Ibid.
[6] Sugiyono.Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung; Alfabeta.2010.hlm 7
[7] Ibid. hlm5
[8] Sugiyono.Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.(Bandung; Alfabeta.2010).hlm 12
[9] Deddy Mulyana,Ilmu komunikasi suatu pengantar(Bandung:  Rosdakarya).hlm 168
[10] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 88
[11] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 93
[12] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 87
[13] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 154
[14] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 153
[15] Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 158
[16] Syaiful.Halim.Postkomodikasi Media.(yogyakarta; Jalasutra,2013).hlm13
Share: