Tuesday, 30 September 2014

Bahasa Gambar

BAHASA GAMBAR
          Dalam semua karya audio visual tidak terkecuali dokumenter dan news feature pasti mengandalkan gambar sebagai sarana bercerita. Gambar bergeraklah yang akan membawa pemirsa diajak untuk ikut bercara pandang sesuai film maker inginkan. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam dokumenter selain memiliki isu yang menarik adalah memiliki gambar yang baik, tidak hanya menarik tetapi juga berbicara hal ini yang sering disebut dengan Bahasa Gambar.
          Selamanya Mutiara film dokumenter ini menceritakan seorang maestro tari topeng yang dalam usia senjanya masih terus melestarikan budaya. Jika dilihat pada opening film ini dibuka dengan gambar seorang nenek yang sedang menyalakan lilin di tengah – tengah deretan pemakaman dengan pakaian lengkap ala penari topeng dan diiringi oleh alunan musik Rasinah mulai menari.
gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/
http://movie.co.id/selamanya-mutiara/
          Jika dilihat dari gambar pembuka dalam film tersebut bahwa gambar tersebut sudah dapat bercerita menganai seorang maestro penari topeng yang dalam usia senjanya ini masih terus berkarya mencoba menerangi sisi gelap tari topeng yang sudah tidak dipandang lagi oleh para generasi muda kini, selain itu mengapa film maker memilih kuburan sebagai lokasi shooting karena ia ingin menceritakan bahwa tari topeng ini penuh dengan hal – hal mistik yang ternyata tidak sembarangan orang dapat menarikannya walaupun dari keturunan Rasinah itu sendiri

SUBJEKTIFITAS DALAM BAHASA GAMBAR
          Pada dasarnya sebuah gambar memiliki nilai subjektifitas yang tinggi, dengan gambar apapun dapat berubah, mungkin apa yang di ceritakan oleh gambar tak selayak kejadian aslinya. Dengan gambar kita mampu mendorong penonton untuk terjatuh dan terperangkap dalam persepsi yang kita inginkan. Sebagai contoh: kasus foto diambil oleh Kevin Carter
      Foto ini diambil di Sudan tahun 1993, saat itu memang Sudan masih dalam fase krisis dimana masyarakatnya tidak dapat hidup layak dan amat sangat kekurangan pasokan makanan serta air bersi, lalu seorang fotografer Kevin Carter diberi kesempatan untuk pergi ke Sudan bersama tim PBB yang saat itu terjadwalkan akan memberi bantuan. Carter dan beberapa rekannya di perbolehkan untuk ikut dan diberi waktu hanya 30 menit untuk mengambil gambar selagi anggota tim PBB yang lain memberikan bantuan, lalu ini lah gambar yang di ambil oleh Carter. Gambar ini berupa foto yang memperlihatkan seorang anak masyarakat Sudan yang sudah tidak kuat lagi untuk berjalan karena kelaparan dan dibelakangnya terdapat seekor burung pemakan bangkai yang siap untuk menjadikannya santapan. Foto ini mendapat respon cukup baik dengan menyabet beberapa penghargaan internasional akan tetapi tidak senada dengan itu masyarakat sangat mengecam hal ini, mereka beranggapan mengapa Carter hanya mengambil gambar dan tidak mencoba untuk membantu anak itu, bahkan timbul persepsi di masyarakat bahwa Sudan sudah dalam kondisi terpuruk sekali sampai seorang anak manusia harus menjadi makanan bagi burung bangkai.


          Apakah hal tersebut sama halnya seperti yang anda pikirkan pertama kali ketika melihat foto itu? Jika benar berarti anda sudah termakan oleh bahasa gambar yang ditampilkan Carter tadi. Karena kejadian sebenarnya tidak seperti itu, tidak jauh dari tempat anak itu duduk bersujud ada seorang ibu yang sedang mengambil bantuan yang dikirim oleh tim PBB, karena bantuan tersebut terlalu berat dan banyak baginya maka ia terpaksa menurunkan anaknya ke tanah dan berusaha meraih beberapa barang bantuan yang turun dari pesawat. Tidak setragis itu bukan kejadiannya? Lihat betapa hebatnya kekuatan bahasa gambar untuk bercerita dan mengesampingkan kejadian sebenarnya.
          Film maker dapat membentuk semua yang ia inginkan melalui gambar, apa yang ingin di tekankan dan mana yang akan ia kesampingkan. Agenda setting yang ia gunakan harus tepat pada sasarannya. Dalam hal ini dapat menggunakan metode penelitian analisis Framming, yaitu dimana seorang film maker atau orang balik layar televisi memproses isu memilahnya menjadi hal yang penting dan yang tidak penting lalu diolahnya dan menghasilkan sebuah realitas media, dimana realitas media ini adalah hasil tangan kedua atau second hand dari para orang balik layar.
 Akan di bawa kemana pikiran penonton dan akan dibuat seperti apa penonton bereaksi itu tergantung bahasa gambar seorang film maker. Misalnya, ketika dalam satu peristiwa bentrok antar pihak kepolisian dan warga. Dalam pengambilan gambarnya selalu di dominasi dengan kemarahan warga, kekecewaan warga, ekspresi warga yang memelas, pemukulan terhadap warga dan beujung pada tewasnya beberapa warga akibat bentrok ini. maka yang akan timbul di benak kita bahwa Polisi kejam, penuh dengan amarah, emosi dan kekerasan padahal sebenarnya kejadian yang terjadi tidak seperti itu, tidak ada sedikitpun diberi celah menampilkan kebaikan polisi untuk meredam emosi warganya.
          Itulah mengapa pentingnya bahasa gambar karena seorang film maker akan menanamkan premisnya pada gambar – gambar bercertita yang ia tampilkan, jangan sampai menaruh shot – shot yang mubazir dalam film anda dan jangan sampai shot – shot yang mubazir tersebut justru akan membelokkan premis yang sudah anda tetapkan.
Penanaman premis ini tidak serta merta hanya dari pemilihan gambar nya saja akan tetapi peletakan dan penyusunannya juga selalu diperhatikan apakah shot satu dengan shot selanjutnya memiliki kesinambungan cerita atau pun kesinambungan gambar. Shot satu dan shot selanjutnya harus selalu saling menjelaskan apakah itu berkesinambungan berdasarkan isi cerita yang disebut dengan Tematic Montage  ataupun berdasarkan gambar.

TAHAPAN MENGIDENTIFIKASIKAN BAHASA GAMBAR
          Bahasa gambar haruslah dimiliki oleh setiap karya dokumenter ataupun news feauture, dalam hal ini seorang film maker dapat membangunnya melalui beberapa tahapan. Yaitu:
a.    Tahap pertama,
Perhatikan sudut pengambilan gambar, komposisi, sekuensi, hingga aspek estetika
b.    Tahap kedua,
Pesan apa yang ingin disampaikan dari shot tersebut
Dari kedua tahapan ini seorang film maker dapat membangun sebuah bahasa gambar yang dapat merepresentasikan premis yang ingin ditekankan. Mind set seorang film maker selalu berbicara soal gambar, apapun yang ingin ia ceritakan tersirat melalui gambar apa yang mereka tampilkan. Jadi apapun itu seorang film maker selalu memikirkan gambar apa dan bagaimana yang akan ia tampilkan.

UNSUR GAMBAR
          Telah dibahas diatas mengenai apa itu bahasa gambar dan seberapa penting gambar serta penempatannya dalam sebuah karya film. Dalam hal ini gambar yang baik diidentifikasikan memiliki beberapa unsur, yaitu:
a.    Informasi
Dalam shot (gambar) yang disajikan haruslah mengandung unsur informasi (pesan), premis adalah pesan yang akan disampaikan oleh seorang film meker melalui informasi yang tersirat dalam gambar. Jangan sampai menghilangkan informasi yang seharusnya ditampilkan dalam satu shot tersebut. perhatikan peenampatan background, foreground serta subjek. Sebagai coontoh dalah film Tragedi Trisakti menampilkan di salah satu framenya sekumpulan tentara bersorak – sorak dengan membanggakan bahwa mereka telah menang. Dapat tarik informasi disana bahwa sekumpulan tentara tersebut tengah merayakan kemenangan yang telah mengalahkan para mahasiswa di tragedi trisakti 1998, serta jika ditelaah lebih dalam lagi bahwa pada frame ini mengesankan kejahatan para tentara saat itu yang tega memperlakukan para mahasiswa tidak manusiawi.
b.    Estetika
Dengan kata lain ini pahami sebagai keindahan, estetika memang tidak memiliki ukuran yang tepat sebagai tolok ukurnya dalam hal ini estetika masih dianggap sesuatu yang abstrak karen setiap orang memiliki pandangan tersendiri tentang estetika. Baik buruk dan bagus tidaknya tergantung siapa yang melihat dan dengan sudut pandang seprti apa ia melihatnya.
Dalam sebuah karya news feature estetika salah satu hal yang harus di pertimbangkan. Bagaimana angle diambil, bagaimana kompisisi objek, dan komposisi warna. Semua itu diambil berdasarkan informasi yang akan disampaikan, estetika gambar dalam menghidupkan gambar yang dapat bercerita sangatlah penting karena dari gambar yang memiliki keindahan penonton. Layaknya news feature yang menggunakan pola human interest maka pertimbangkan frame – frame yang yang berestetika untuk mendapatkan perhatian pemirsa. Sebagai contoh newsfeature yang diangkat beberapa media belakangan ini seperti Bocah Petualang, Laptop Si Unyil, Anak Jalanan, dan masih banyak lagi semua itu menggunakan nilai estetika pada setiap frame nya dimana ketika menceritakan mengenai pembuatan sepatu kayu di belanda bagaimana cameraperson mengambil gambar dari sudut – sudut yang dapat menggugah pemirsa untuk tetap menyaksikan program tersebut akan tetapi jika dalam pengambilan gambar nya tidak memperhatikan nilai estetika maka cendering pemirsanya akan bosan dan mereka dapat dengan mudah memindahkan channel ke saluran televisi lainnya.
c.    Drama
Esensi darama adalah segala sesuatu yang dapat menggugah perasaan pemirsa baik itu aksi heroik, pertengkaran, tangis, tawa, suka, duka dan segalanya yang menyangkut sisi emosional manusia. Dalam news feature atau pun dokumenter keduanya mengharuskan adanya unsur darama disitu karena tanpa drama film tersebut tidak akan menarik. Lain dengan film dan atau sinetron unsur drama didalamnya dapat dibuat dan direkayasa, akan tetapi news feature dan dokumenter yang menjunjung tinggi realitas maka drama dalam hal ini dicari bukan di buat, pencarianya tidaklah semudah saat kita menyaksikan hasilnya. Untk mendapatkan gambar yang kita inginkan bmaka kita harus mencari dan menunggunya, seperti jika kita ingin mengambil moment klimaks pertengkaran antara dua orang maka kita harus merekam dan menunggu hingga klimaks yang kita inginkan, waktu menunggu itupun tidak dapat dihitung serta tidak dapat dipastikan ketepatannya apakah klimaks yang kita inginkan akan sesuai dengan kenyatannya.
Maka jika membicarakan gambar dalam dokumenter ataupun news feature kembali lagi membicarakan moment, moment yang di cari, ditunggu dan ditangkap.

HASIL AKHIR GAMBAR
          Lagi – lagi jika membahas mengenai tayangan audio visual tidak terkecuali newsfeature dan dokumenter akan membahas pula mengenai gambar, bagaimana gambar tersebut dapat bercerita dimengerti oleh pemirsa tanpa harus diikuti narasi untuk menjelaskannya serta gambar pula harus mewakili premis yang ingin ditekankan oleh seorang film maker. Maka hasil gambar yang akan disajikan kepada pemirsa haruslah meliputi beberapa unsur sebagai berikut:
a.    Pengambilan Gambar
Di perhatikan pada saat pengambilan gambar, pertimbangkan sudut pengambilan gambar, komposisi, serta estetika. Kualitas gambar juga berpengaruh pada hasil akhir, kembali lagi pada etika – etika pengambilan mulai dari head room, looking room, walking room, golden mean, triangle, hingga background serta foreground.
b.    Editing
Seperti esensinya editing yaitu menyusun serta merangkai gambar hingga menjadi satu kesatuan cerita yang memiliki makna, editing mempunyai kekuatan khusus karena dengan editing diramunya sebuah cerita, seperti Vertov yang menggunakan editing sebagai patokan dimana sebuah film dokumenter itu akan berhasil atau tidak. Kekuatan seorang editor memilih mana gambar yang lebih penting dan mana gambar yang tidak lebih penting akan di buang. Selain itu perhatikan penggunaan transisi effect yang digunakan untuk menyambung setiap frame yang ada. Disolve di peruntukan dan fade in/fade out diperuntukan untuk memisah frame berdasarkan ruang serta waktu serta diperuntukan untuk menunjukan jangka waktu yang dilalui.
c.    Konten
Dalam hal ini konten dimaksudkan sebagai isi atau premis atau film statement. Pesan moral atau inspirasi apa yang akan disuguhkan kepada pemirsa, sebagai salah satu fungsi media massa yang diketahui adalah untuk menginformasi serta mengedukasi khalayak, begitu pula dengan dokumenter ini konten serta isinya pun harus dapat mewakili fungsi dari media massa tersebut agar tidak melenceng dari rule yang ada. Selain itu diharapkan konten yang disuguhkan dapat mengurangi dan menjawab sisi ketidak pastian yang khalayak miliki.
d.    Frimming
Frimming atau dapat dikatakan memngkotakkan sebuah irealitas yang ingin diangkat lalu memberinya pengerucutan dengan memilah menjadi sebuah premis awal kemudian ditelaah lagi dengan riset pengumpulan informasi data hingga menjadi sebuah premis akhir. Famming dinyatakan juga sebagai apa yang akan ditanamkan seorang film maker kepada para khalayaknya hingga menjadikan mereka (khalayak) terpengaruh sesuai apa yang diinginkan film maker. Dalam frimming ini penentuan pemilihan gambar juga berpengaruh, gambar seperti apa yang dapat mewakili premis dan gambar seperti apa yang tidak dapat mewakili premis, merusak ritme film apalagi mengganggu penanaman subjektifitas sebaiknya jangan digunakan, bijaklah menaruh gambar pada film anda boros penggunaan gambar (shot) lebih baik dan tapi akan lebih baik jika tidak terlalu boros gambar tetapi jatuh di sasaran yang tepat yaitu untuk mempengaruhi khalayak.
e.    Kutipan
Soundbite dan atau disebut pula hasil wawancara dari narasumber atau karakter yang telah ditentukan sebelumnya. munculkan kutipan ini pada saat waktu yang tepat sesuai pada fungsinya dan sesuai pada dokumenter apa yang ingin kita hasilkan. Premis yang sejak awalah sudah kita bangun dengan gambar – gambar serta narasi yang kuat jangan dihancurkan oleh kutipan yang tidak sejalan dengan itu maka akan timbul kerancuan disana. Kutipan sendiri harus memiliki fungsi untuk menggugah emosi khalayak, menambah informasi, serta menjadi bukti jika stetement itu benar adanya dan dikeluarkan oleh seseorang yang kredibel. Tampilkanlah kutipan seoriginal mungkin dengan mengambil angle – angle yang tidak biasa dalam melakukan wawancara, angle yang tidak biasa dimaksudkan disini bukan angle yang biasa di gunakan untuk sebuah sesi wwawancara pada program berita (news) di televisi.

Share:

0 comments:

Post a Comment