BAHASA GAMBAR
Dalam
semua karya audio visual tidak terkecuali dokumenter dan news feature pasti mengandalkan
gambar sebagai sarana bercerita. Gambar bergeraklah yang akan membawa pemirsa
diajak untuk ikut bercara pandang sesuai film maker inginkan. Syarat utama yang
harus dipenuhi dalam dokumenter selain memiliki isu yang menarik adalah
memiliki gambar yang baik, tidak hanya menarik tetapi juga berbicara hal ini
yang sering disebut dengan Bahasa Gambar.
Selamanya Mutiara film dokumenter ini
menceritakan seorang maestro tari topeng yang dalam usia senjanya masih terus
melestarikan budaya. Jika dilihat pada opening film ini dibuka dengan gambar seorang
nenek yang sedang menyalakan lilin di tengah – tengah deretan pemakaman dengan
pakaian lengkap ala penari topeng dan diiringi oleh alunan musik Rasinah mulai
menari.
Jika
dilihat dari gambar pembuka dalam film tersebut bahwa gambar tersebut sudah
dapat bercerita menganai seorang maestro penari topeng yang dalam usia senjanya
ini masih terus berkarya mencoba menerangi sisi gelap tari topeng yang sudah
tidak dipandang lagi oleh para generasi muda kini, selain itu mengapa film
maker memilih kuburan sebagai lokasi shooting karena ia ingin menceritakan
bahwa tari topeng ini penuh dengan hal – hal mistik yang ternyata tidak
sembarangan orang dapat menarikannya walaupun dari keturunan Rasinah itu
sendiri
gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/ http://movie.co.id/selamanya-mutiara/ |
SUBJEKTIFITAS DALAM BAHASA GAMBAR
Pada
dasarnya sebuah gambar memiliki nilai subjektifitas yang tinggi, dengan gambar
apapun dapat berubah, mungkin apa yang di ceritakan oleh gambar tak selayak
kejadian aslinya. Dengan gambar kita mampu mendorong penonton untuk terjatuh
dan terperangkap dalam persepsi yang kita inginkan. Sebagai contoh: kasus foto diambil
oleh Kevin Carter
Foto ini diambil di Sudan tahun 1993, saat itu memang
Sudan masih dalam fase krisis dimana masyarakatnya tidak dapat hidup layak dan
amat sangat kekurangan pasokan makanan serta air bersi, lalu seorang fotografer
Kevin Carter diberi kesempatan untuk
pergi ke Sudan bersama tim PBB yang saat itu terjadwalkan akan memberi bantuan.
Carter dan beberapa rekannya di perbolehkan untuk ikut dan diberi waktu hanya
30 menit untuk mengambil gambar selagi anggota tim PBB yang lain memberikan
bantuan, lalu ini lah gambar yang di ambil oleh Carter. Gambar ini berupa foto
yang memperlihatkan seorang anak masyarakat Sudan yang sudah tidak kuat lagi
untuk berjalan karena kelaparan dan dibelakangnya terdapat seekor burung
pemakan bangkai yang siap untuk menjadikannya santapan. Foto ini mendapat
respon cukup baik dengan menyabet beberapa penghargaan internasional akan
tetapi tidak senada dengan itu masyarakat sangat mengecam hal ini, mereka
beranggapan mengapa Carter hanya mengambil gambar dan tidak mencoba untuk
membantu anak itu, bahkan timbul persepsi di masyarakat bahwa Sudan sudah dalam
kondisi terpuruk sekali sampai seorang anak manusia harus menjadi makanan bagi
burung bangkai.
Apakah
hal tersebut sama halnya seperti yang anda pikirkan pertama kali ketika melihat
foto itu? Jika benar berarti anda sudah termakan oleh bahasa gambar yang
ditampilkan Carter tadi. Karena kejadian sebenarnya tidak seperti itu, tidak
jauh dari tempat anak itu duduk bersujud ada seorang ibu yang sedang mengambil
bantuan yang dikirim oleh tim PBB, karena bantuan tersebut terlalu berat dan
banyak baginya maka ia terpaksa menurunkan anaknya ke tanah dan berusaha meraih
beberapa barang bantuan yang turun dari pesawat. Tidak setragis itu bukan
kejadiannya? Lihat betapa hebatnya kekuatan bahasa gambar untuk bercerita dan
mengesampingkan kejadian sebenarnya.
Film
maker dapat membentuk semua yang ia inginkan melalui gambar, apa yang ingin di
tekankan dan mana yang akan ia kesampingkan. Agenda setting yang ia gunakan
harus tepat pada sasarannya. Dalam hal ini dapat menggunakan metode penelitian analisis Framming, yaitu dimana seorang
film maker atau orang balik layar televisi memproses isu memilahnya menjadi hal
yang penting dan yang tidak penting lalu diolahnya dan menghasilkan sebuah
realitas media, dimana realitas media ini adalah hasil tangan kedua atau second hand dari para orang balik layar.
Akan
di bawa kemana pikiran penonton dan akan dibuat seperti apa penonton bereaksi
itu tergantung bahasa gambar seorang film maker. Misalnya, ketika dalam satu peristiwa
bentrok antar pihak kepolisian dan warga. Dalam pengambilan gambarnya selalu di
dominasi dengan kemarahan warga, kekecewaan warga, ekspresi warga yang memelas,
pemukulan terhadap warga dan beujung pada tewasnya beberapa warga akibat
bentrok ini. maka yang akan timbul di benak kita bahwa Polisi kejam, penuh
dengan amarah, emosi dan kekerasan padahal sebenarnya kejadian yang terjadi
tidak seperti itu, tidak ada sedikitpun diberi celah menampilkan kebaikan
polisi untuk meredam emosi warganya.
Itulah
mengapa pentingnya bahasa gambar karena seorang film maker akan menanamkan
premisnya pada gambar – gambar bercertita yang ia tampilkan, jangan sampai
menaruh shot – shot yang mubazir dalam film anda dan jangan sampai shot – shot
yang mubazir tersebut justru akan membelokkan premis yang sudah anda tetapkan.
Penanaman premis ini tidak serta merta hanya
dari pemilihan gambar nya saja akan tetapi peletakan dan penyusunannya juga
selalu diperhatikan apakah shot satu dengan shot selanjutnya memiliki kesinambungan
cerita atau pun kesinambungan gambar. Shot satu dan shot selanjutnya harus
selalu saling menjelaskan apakah itu berkesinambungan berdasarkan isi cerita
yang disebut dengan Tematic Montage ataupun berdasarkan gambar.
TAHAPAN MENGIDENTIFIKASIKAN BAHASA
GAMBAR
Bahasa
gambar haruslah dimiliki oleh setiap karya dokumenter ataupun news feauture, dalam
hal ini seorang film maker dapat membangunnya melalui beberapa tahapan. Yaitu:
a. Tahap pertama,
Perhatikan sudut pengambilan gambar, komposisi, sekuensi,
hingga aspek estetika
b. Tahap kedua,
Pesan apa yang ingin disampaikan dari shot tersebut
Dari kedua tahapan ini seorang film maker dapat
membangun sebuah bahasa gambar yang dapat merepresentasikan premis yang ingin
ditekankan. Mind set seorang film maker selalu berbicara soal gambar, apapun
yang ingin ia ceritakan tersirat melalui gambar apa yang mereka tampilkan. Jadi
apapun itu seorang film maker selalu memikirkan gambar apa dan bagaimana yang
akan ia tampilkan.
UNSUR GAMBAR
Telah
dibahas diatas mengenai apa itu bahasa gambar dan seberapa penting gambar serta
penempatannya dalam sebuah karya film. Dalam hal ini gambar yang baik
diidentifikasikan memiliki beberapa unsur, yaitu:
a. Informasi
Dalam shot (gambar) yang disajikan haruslah mengandung
unsur informasi (pesan), premis adalah pesan yang akan disampaikan oleh seorang
film meker melalui informasi yang tersirat dalam gambar. Jangan sampai
menghilangkan informasi yang seharusnya ditampilkan dalam satu shot tersebut. perhatikan
peenampatan background, foreground serta subjek. Sebagai coontoh dalah film Tragedi Trisakti menampilkan di salah
satu framenya sekumpulan tentara bersorak – sorak dengan membanggakan bahwa
mereka telah menang. Dapat tarik informasi disana bahwa sekumpulan tentara
tersebut tengah merayakan kemenangan yang telah mengalahkan para mahasiswa di
tragedi trisakti 1998, serta jika ditelaah lebih dalam lagi bahwa pada frame
ini mengesankan kejahatan para tentara saat itu yang tega memperlakukan para
mahasiswa tidak manusiawi.
b. Estetika
Dengan kata lain ini pahami sebagai keindahan, estetika
memang tidak memiliki ukuran yang tepat sebagai tolok ukurnya dalam hal ini
estetika masih dianggap sesuatu yang abstrak karen setiap orang memiliki pandangan
tersendiri tentang estetika. Baik buruk dan bagus tidaknya tergantung siapa
yang melihat dan dengan sudut pandang seprti apa ia melihatnya.
Dalam sebuah karya news
feature estetika salah satu hal yang harus di pertimbangkan. Bagaimana angle
diambil, bagaimana kompisisi objek, dan komposisi warna. Semua itu diambil
berdasarkan informasi yang akan disampaikan, estetika gambar dalam menghidupkan
gambar yang dapat bercerita sangatlah penting karena dari gambar yang memiliki
keindahan penonton. Layaknya news feature yang menggunakan pola human interest
maka pertimbangkan frame – frame yang yang berestetika untuk mendapatkan
perhatian pemirsa. Sebagai contoh newsfeature yang diangkat beberapa media
belakangan ini seperti Bocah Petualang, Laptop Si Unyil, Anak Jalanan, dan
masih banyak lagi semua itu menggunakan nilai estetika pada setiap frame nya
dimana ketika menceritakan mengenai pembuatan sepatu kayu di belanda bagaimana
cameraperson mengambil gambar dari sudut – sudut yang dapat menggugah pemirsa
untuk tetap menyaksikan program tersebut akan tetapi jika dalam pengambilan
gambar nya tidak memperhatikan nilai estetika maka cendering pemirsanya akan
bosan dan mereka dapat dengan mudah memindahkan channel ke saluran televisi
lainnya.
c. Drama
Esensi darama adalah segala sesuatu yang dapat menggugah
perasaan pemirsa baik itu aksi heroik, pertengkaran, tangis, tawa, suka, duka
dan segalanya yang menyangkut sisi emosional manusia. Dalam news feature atau
pun dokumenter keduanya mengharuskan adanya unsur darama disitu karena tanpa
drama film tersebut tidak akan menarik. Lain dengan film dan atau sinetron
unsur drama didalamnya dapat dibuat dan direkayasa, akan tetapi news feature
dan dokumenter yang menjunjung tinggi realitas maka drama dalam hal ini dicari
bukan di buat, pencarianya tidaklah semudah saat kita menyaksikan hasilnya. Untk
mendapatkan gambar yang kita inginkan bmaka kita harus mencari dan menunggunya,
seperti jika kita ingin mengambil moment klimaks pertengkaran antara dua orang
maka kita harus merekam dan menunggu hingga klimaks yang kita inginkan, waktu
menunggu itupun tidak dapat dihitung serta tidak dapat dipastikan ketepatannya
apakah klimaks yang kita inginkan akan sesuai dengan kenyatannya.
Maka jika membicarakan
gambar dalam dokumenter ataupun news feature kembali lagi membicarakan moment,
moment yang di cari, ditunggu dan ditangkap.
HASIL AKHIR GAMBAR
Lagi –
lagi jika membahas mengenai tayangan audio visual tidak terkecuali newsfeature
dan dokumenter akan membahas pula mengenai gambar, bagaimana gambar tersebut
dapat bercerita dimengerti oleh pemirsa tanpa harus diikuti narasi untuk
menjelaskannya serta gambar pula harus mewakili premis yang ingin ditekankan
oleh seorang film maker. Maka hasil gambar yang akan disajikan kepada pemirsa
haruslah meliputi beberapa unsur sebagai berikut:
a. Pengambilan Gambar
Di perhatikan pada saat pengambilan gambar, pertimbangkan
sudut pengambilan gambar, komposisi, serta estetika. Kualitas gambar juga
berpengaruh pada hasil akhir, kembali lagi pada etika – etika pengambilan mulai
dari head room, looking room, walking room, golden mean, triangle, hingga
background serta foreground.
b. Editing
Seperti esensinya editing yaitu menyusun serta merangkai
gambar hingga menjadi satu kesatuan cerita yang memiliki makna, editing
mempunyai kekuatan khusus karena dengan editing diramunya sebuah cerita,
seperti Vertov yang menggunakan editing sebagai patokan dimana sebuah film
dokumenter itu akan berhasil atau tidak. Kekuatan seorang editor memilih mana
gambar yang lebih penting dan mana gambar yang tidak lebih penting akan di
buang. Selain itu perhatikan penggunaan transisi effect yang digunakan untuk
menyambung setiap frame yang ada. Disolve di peruntukan dan fade in/fade out
diperuntukan untuk memisah frame berdasarkan ruang serta waktu serta
diperuntukan untuk menunjukan jangka waktu yang dilalui.
c. Konten
Dalam hal ini konten dimaksudkan sebagai isi atau premis
atau film statement. Pesan moral atau inspirasi apa yang akan disuguhkan kepada
pemirsa, sebagai salah satu fungsi media massa yang diketahui adalah untuk
menginformasi serta mengedukasi khalayak, begitu pula dengan dokumenter ini
konten serta isinya pun harus dapat mewakili fungsi dari media massa tersebut
agar tidak melenceng dari rule yang ada. Selain itu diharapkan konten yang
disuguhkan dapat mengurangi dan menjawab sisi ketidak pastian yang khalayak
miliki.
d. Frimming
Frimming atau dapat dikatakan memngkotakkan sebuah
irealitas yang ingin diangkat lalu memberinya pengerucutan dengan memilah
menjadi sebuah premis awal kemudian ditelaah lagi dengan riset pengumpulan
informasi data hingga menjadi sebuah premis akhir. Famming dinyatakan juga
sebagai apa yang akan ditanamkan seorang film maker kepada para khalayaknya hingga
menjadikan mereka (khalayak) terpengaruh
sesuai apa yang diinginkan film maker. Dalam frimming ini penentuan pemilihan
gambar juga berpengaruh, gambar seperti apa yang dapat mewakili premis dan
gambar seperti apa yang tidak dapat mewakili premis, merusak ritme film apalagi
mengganggu penanaman subjektifitas sebaiknya jangan digunakan, bijaklah menaruh
gambar pada film anda boros penggunaan gambar (shot) lebih baik dan tapi akan
lebih baik jika tidak terlalu boros gambar
tetapi jatuh di sasaran yang tepat yaitu untuk mempengaruhi khalayak.
e. Kutipan
Soundbite dan atau disebut pula hasil wawancara dari
narasumber atau karakter yang telah ditentukan sebelumnya. munculkan kutipan
ini pada saat waktu yang tepat sesuai pada fungsinya dan sesuai pada dokumenter
apa yang ingin kita hasilkan. Premis yang sejak awalah sudah kita bangun dengan
gambar – gambar serta narasi yang kuat jangan dihancurkan oleh kutipan yang
tidak sejalan dengan itu maka akan timbul kerancuan disana. Kutipan sendiri
harus memiliki fungsi untuk menggugah emosi khalayak, menambah informasi, serta
menjadi bukti jika stetement itu benar adanya dan dikeluarkan oleh seseorang
yang kredibel. Tampilkanlah kutipan seoriginal mungkin dengan mengambil angle –
angle yang tidak biasa dalam melakukan wawancara, angle yang tidak biasa
dimaksudkan disini bukan angle yang biasa di gunakan untuk sebuah sesi
wwawancara pada program berita (news) di televisi.